Senin, 17 Maret 2014

Melacak Kronologi dan Metodologi Tafsir Sunda

Oleh : Yudi Sirojuddin Syarief

ABSTRAK
Islam dalam pandangan masyarakat Sunda adalah bagian dari dirinya yang tak bisa dipisahkan. Islam Sunda dan Sunda Islam kemudian menjadi sebuah jargon yang mewakili keterpaduan antara masyarakat Sunda dengan agama yang dianutnya yakni Islam. Sejatinya keterpaduan antara Sunda dan Islam dapat dilihat dari karya yang saling memengaruhi satu sama lain. Salah satunya ada dalam ranah tafsir al-Qur’an. Makalah ini dimaksudkan untuk melacak kronologi kemunculan karya tafsir berbahasa Sunda periode abad ke-20, karena lahirnya tafsir di Nusantara baru hadir pada abad tersebut. Tidak hanya itu, tulisan ini juga ingin mengurai metode penafsiran yang dipakai oleh para mufassir dengan menggunakan metodologi penafsiran yang sudah baku.
Kata kunci : Islam, Sunda, Tafsir, Al-Qur’an.

Pendahuluan
Al-Qur’an merupakan pedoman hidup utama umat Islam. Sebagai pedoman, tentunya al-Qur’an harus dapat dipahami maknanya. Untuk dapat memahami makna al-Qur’an diperlukan pengetahuan tentang bahasa Arab. Namun, dalam memahami al-Qur’an tidak hanya pengetahuan bahasa Arab saja yang diperlukan, tapi juga pengetahuan lain yang berkaitan erat dengan al-Quran, seperti : asba>b al-nuzu>l, ilmu qira>’a>t, na>sikh mansu>kh, dll.

Sejatinya bahasa al-Qur’an adalah bahasa Arab. Bahasa al-Qur’an hakikatnya tidak dapat diterjemahkan ke dalam bahasa apapun di dunia. Bukan karena tidak ada orang yang mengerti bahasa Arab, bukan pula karena tidak ada padanan katanya dalam bahasa lain. Namun karena bahasa Arab dijadikan bahasa al-Qur’an bahasa kitab suci sehingga menjadikannya bahasa yang transenden dan sakral. Anehnya, Al-Qur’an adalah sebuah kitab yang paling banyak dibaca orang dan diulang-ulang lagi membacanya meskipun orang tersebut tidak tahu maknanya.[1]

Sakralitas kebahasaan tidak menjadikan al-Qur’an kemudian tidak diterjemahkan sama sekali. Bahkan berbagai bahasa pernah menerjemahkan al-Qur’an. Artinya disini, dalam pemahaman umat Islam bahasa al-Qur’an tidak dapat digantikan dengan bahasa lain oleh karenanya dalam terjemahan al-Qur’an biasanya redaksi aslinya yang dalam bahasa Arab tetap disertakan disamping terjemahan atau tafsirnya.[2]

Sebagai agama yang datang kemudian, Islam adalah unsur 'luar' bagi orang Sunda. Maka keberislaman orang Sunda dapat diukur dari karya yang dihasilkan atas perpaduan unsur 'dalam' sebagai fitrah masyarakat Sunda, dan unsur 'luar', yakni Islam.[3]

Masyarakat Sunda yang menganggap dirinya adalah bagian yang tak terpisahkan dengan Islam, juga mencoba memahami bahasa al-Quran dengan menerjemahkan bahkan menafsirkan al-Qur’an. Meskipun penerjemahan al-Quran ataupun penafsirannya baru dapat dilaksanakan setelah abad ke-19, namun ternyata karya yang dihasilkannya tidak sedikit.

Sejarah Terjemah dan Tafsir Al-Qur’an Basa Sunda
Sudah banyak karya terjemah dan tafsir berbahasa Sunda yang dihasilkan oleh orang Sunda. Dilihat dari kronologi penulisan terjemah dan tafsir al-Qur’an berbahasa Sunda, maka yang pertama kali memulai pemaknaan al-Qur’an dalam bahasa Sunda adalah Haji Hasan Moestafa. Dia menyajikan terjemahan al-Qur’an pada tahun 1920 dalam bentuk dangding. Haji Hasan Moestapa menerjemahkan 105 ayat terpilih yang dianggap relevan untuk hidup orang Sunda.[4]

Terjemahan sesungguhnya juga penafsiran, karena pihak penerjemah dalam memilih kata dan menyusun kalimat juga melakukan ijtihad, terlebih jika menyangkut masalah keilmuan atau fakta historis yang sejak awal sudah mengundang perdebatan.[5]

Disusul kemudian oleh KH. Ahmad Sanusi, Malja’ al-T}a>libi>n fi> Tafsi>r Kala>m Rabb al-‘A<lami>n (Batavia : Habib Usman, 1931) terjemah al-Qur’an menggunakan huruf pegon (Bahasa Sunda yang ditulis dengan huruf Arab). Ajengan dari Sukabumi ini adalah tokoh Sarikat Islam dan pendiri Al-Ittihadiat al-Islamiyah. Beliau juga pendiri Pesantren Syamsul ‘Ulum atau yang lebih dikenal dengan Pesantren Gunung Puyuh Sukabumi. Karyanya sebanyak 75 buah dalam berbagai bidang. 

Selanjutnya adalah KH. Iskandar Idris dengan Tafsir Hibarna (1932)[6], namun setelah diteliti tafsir ini ternyata hanya bagian judulnya saja yang berbahasa Sunda sedangkan isinya berbahasa Indonesia.[7]

Kemudian KH. Ahmad Sanusi, Rawd{at al-‘Irfa>n fi> Ma’rifat al-Qur’a>n (Batavia : Habib Usman, 1934) merupakan tafsir kedua karyanya yang juga ditulis dengan huruf pegon baru kemudian A. Hassan, Tafsir Al-Foerqan Basa Sunda, terjemahan, (Bandung : Taman Poestaka Persatoean Islam, 1937).[8]

Selanjutnya, Bupati Bandung R.A.A Wiranatakusumah V pada 1940-an menulis tafsir surat al-Baqarah juga dalam bentuk dangding mengikuti pola penafsiran yang digagas pertama kali oleh Haji Hasan Moestapa.

Kemudian H. Mhd. Romli dan H.N.S. Midjaja, Nu>rul Baja>n: Tafsir Qur’an Basa Sunda (Bandung: N.V. Perboe, 1960).[9]

Disusul oleh KH. Qamaruddin Shaleh, H.A.A. Dahlan, dan Yus Rusamsi, Al-Ami>n : Al-Qur’an Tarjamah Sunda (Bandung : Diponegoro, 1971)[10], KH. Anwar Musadad, dkk., Tafsir Al-Quran Basa Sunda (Bandung : Kanwil Depag Propinsi Jawa Barat, 1978).

Generasi selanjutnya adalah Moh. E. Hasim, Ayat Suci Lenyepaneun (Bandung : Pustaka, 1984).[11] Mufassir otodidak dari Bandung ini memang tidak punya latar belakang pendidikan formal maupun pesantren. Namun, karyanya yang terdiri dari 30 jilid ini menunjukkan bahwa kapasitas keilmuannya tidak kalah dengan jebolan pesantren maupun sarjana dari perguruan tinggi. Kemampuannya dalam berkomunikasi dalam beberapa bahasa menjadikannya mempunyai wawasan pengetahuan yang sangat luas. Pengetahuan keislamannya pun tidak rendah. Dia mampu membaca al-Quran dalam kesejarahannya dan mengambil spiritnya untuk kemudian disajikan pada masa kini. Hasim mengeksplorasi seluruh keilmuannya dalam karyanya ini. Dia memasukkan seluruh unsur-unsur kesundaan mulai dari undak usuk basa, babasan, paribasa, bahasa serapan dan gaya bahasa. Bahkan nuansa kesundaan sangat kental terlihat di dalam tafsirnya. Hasim dapat menyajikan Islam yang sangat dekat dengan tanah Pasundan. Pendeknya, Hasim berhasil membumikan al-Qur’an di tanah Sunda meski ia tidak lahir dan dibesarkan oleh salah satu agen perubahan sosial.

Kemudian H.R. Hidayat Suryalaga, Nurhidayah Saritilawah Basa Sunda Al-Qur’an Winangun Pupuh (Bandung : Yayasan Nurhidayah, 1994).[12] Budayawan Sunda yang satu ini menganggap bahwa karyanya merupakan salah satu penunaian atas tugasnya dari Allah Swt sebagai manusia Sunda. Kesadarannya untuk melakukan tugas tersebut dipicu oleh lemahnya masyarakat Sunda terpelajar sekalipun untuk mau membaca terjemah al-Quran. Terbukti dengan setiap lontaran pertanyaannya tentang khatam membaca terjemah al-Quran pada setiap mahasiswa bimbingannya dijawab kompak dengan jawaban tidak pernah. Kemudian dia mulai melihat dan mencoba memberikan sentuhan lain dalam pola penerjemahan yang dianggapnya kaku.[13] Pilihannya jatuh pada pola pupuh yang terikat rima dan suku kata pada tiap barisnya. Selain dapat dibaca dengan cara bersajak, pola yang sama dapat pula dinyanyikan lewat tembang Sunda cianjuran dengan diiringi kacapi suling. Kerja kerasnya selama belasan tahun menghasilkan karya utuh berupa terjemah al-Qur’an 30 juz dalam bentuk pupuh. Meskipun karyanya kurang mendapat apresiasi dari khalayak. Namun, karyanya dipandang yang paling kreatif dan unik oleh para peneliti.[14]

Di sinilah kerja besar Hidayat Suryalaga itu terlihat menjadi sangat penting. Hidayat telah memberikan spirit positif, bahwa unsur 'luar' itu bisa ditembus, diselami, ditaekan, oleh orang Sunda, justru dengan kesundaannya. Akulturasi ini begitu berharga, di tengah dikotomi Islam-Arab dan Islam-lokal yang tetap menguat.[15]

Selanjutnya H.M. Djawad Dahlan dengan karyanya Al-Munir : Al-Qur’an Tarjamah Basa Sunda (Bandung : Pustaka Fithri, 2005).[16] Pemerintah Propinsi Jawa Barat dalam hal ini diwakili oleh Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an (LPTQ) Propinsi Jawa Barat dengan merekrut beberapa pakar al-Qur’an dan Bahasa Sunda menyusun sebuah terjemah al-Qur’an berbahasa Sunda (merupakan revisi dari terjemah sebelumnya) dengan judul Al-Qur'an Miwah Tarjamahna Dina Basa Sunda (Bandung : LPTQ Jabar, 2006)[17]

Dalam sambutannya, Gubernur Jawa Barat menyatakan bahwa penerbitan Al-Qur’an Miwah Tarjamahna Dina Basa Sunda bertujuan untuk meningkatkan interaksi masyarakat Sunda dengan al-Qur’an, bukan hanya mengagumi tulisan dan bacaannya namun lebih ditekankan pada upaya memahami dan mengamalkannya.[18]

Sampai disini, sepanjang pengetahuan penulis belum ada lagi karya tafsir berbahasa Sunda terbaru yang telah ditulis dan dipublikasikan.

Terjemah Paling Awal
Dari penelusuran kronologis, maka terjemah paling awal adalah Haji Hasan Moestapa dengan 105 ayat pilihan yang diterjemahkan dalam bentuk dangding. Haji Hasan Moestapa adalah budayawan dan cendikiawan Sunda. Orang Sunda menyebutnya penghulu Haji Hasan Moestapa. Beliau dilahirkan di Garut, 3 Juni 1852 M dari keluarga priyayi. Kedua orangtuanya menginginkan Hasan Moestapa menjadi ulama. Keduanya bernadzar dengan melakukan puasa senin-kamis selama kurang lebih 5 tahun. Hasan dididik untuk bisa mengaji sedari kecil yang diajar langsung oleh ayahnya, Mas Sastramanggala (Haji Usman). Pada usia 7 tahun dia dititipkan ke Kyai Hasan Basri untuk belajar mengaji al-Qur’an. Usia 8 tahun dia sempat dimasukkan ke sekolah Belanda oleh tuan Holle, namun ayahnya memohon untuk membawa anaknya ke Mekkah. Penghulu Haji Hasan Moestapa adalah kyai sekaligus budayawan yang berhasil memadukan kesundaan dan keislaman dalam satu kesatuan yang belum ada tandingannya.

Tafsir Paling Awal
Adapun tafsir paling awal adalah tafsir karya KH. Ahmad Sanusi yang berjudul Rawd}at al-‘Irfa>n fi Ma’rifat al-Qur’a>n. Buku ini merupakan karya kedua KH. Ahmad Sanusi setelah Malja’ al-T}a>libi>n fi> Tafsi>r Kala>m Rabb al-‘A<lami>n.

Terjemah Paling Populer
Terjemahan paling banyak dijumpai sampai sekarang di toko buku adalah Al-Amin : Al-Qur’an Tarjamah Sunda buah karya KH. Qamaruddin Shaleh, H.A.A. Dahlan, dan Yus Rusamsi, (Bandung : Diponegoro, 1971). Disusul oleh H.M. Djawad Dahlan dengan bukunya Al-Munir : Al-Qur’an Tarjamah Basa Sunda (Bandung : Pustaka Fithri, 2005). Keduanya merupakan terjemahan lengkap 30 juz.  perbedaan di antara keduanya hanyalah pada transliterasi huruf alif dan kode pelafalannya. Disamping itu pada Al-Munir, setiap terjemahan surat diawali dengan keterangan singkat seputar riwayat pewahyuan dan inti sari maksudnya sedangkan Al-Amin tidak.[19]

Baik Al-Amin maupun Al-Munir keduanya berisi teks al-Quran di sebelah kanan dan terjemah di sebelah kirinya. Al-Amin merupakan hasil kerja selama 7 tahun sedangkan Al-Munir merupakan hasil pengajian selama 13 tahun.[20]

Tafsir Paling Populer
Di antara seluruh karya tafsir Sunda, maka Ayat Suci Lenyepaneun karya Moh. E. Hasim, Mufasir poliglot[21] dari Bandung yang dianggap paling berhasil menyampaikan kandungan Alquran kepada orang banyak. Bukunya telah berkali-kali dicetak ulang dan  diterjemahkan pula ke dalam bahasa Indonesia. Atas jasa-jasanya, Moh. E. Hasim mendapatkan Hadiah Sastra Rancage 2001,[22] merupakan kitab tafsir paling populer sampai saat ini.[23]

Buku yang amat populer ini terdiri atas 30 jilid. Isinya menerangkan arti dan maksud tiap-tiap ayat, dengan menguraikan kandungan arti tiap-tiap kalimat, bahkan tiap-tiap kata. Gaya bahasanya mudah dimengerti, dan diperkaya dengan ilustrasi dari kehidupan sehari-hari.[24]

Dalam sisi penyajiannya, tafsir Ayat Suci Lenyepaneun menyajikannya sebagai berikut : nama surat beserta artinya, lafazh basmalah lengkap dengan redaksi latinnya, ayat al-Qur’an secara utuh, terjemah ayat, kosa kata Arab dalam ayat terkait, dan terakhir penjelasan atau tafsirnya. Kemudian adanya penggunaan huruf latin untuk meredaksikan ayat. Penggunaan huruf latin ini ditujukan untuk pembaca yang tidak mampu membaca huruf Arab dapat terbantu. Buku ini juga dilengkapi dengan pedoman transliterasi Arab-Latin yang gunanya untuk menjaga dari kesalahan dalam membaca.[25]

Selain itu pemotongan ayat dalam kata per kata. Tiap-tiap ayat yang sudah diterjemahkan dan ditulis redaksinya dalam huruf latin kemudian dipotong-potong kata per kata dan kemudian diberikan tulisan latinnya beserta arti. Ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran makna tiap kata, agar pembaca dapat mengerti terjemahan kata per kata. Setelah potongan ayat tersebut diberikan artinya masing-masing, langkah selanjutnya adalah memberikan uraian makna.[26]

Uraian makna yang disajikan Hasim sangat menyentuh hati. Kedalaman ilmunya mampu memberikan pengertian yang luas dengan nuansa kesundaan yang fasih. Dia mengerahkan nilai-nilai kebahasaan budaya Sunda yang dimilikinya, mulai dari gaya bahasa, undak-usuk basa, babasan, paribasa, bahkan bahasa serapan dari bahasa ilmiah maupun bahasa asing.

Terjemah Paling Unik
Salah satu karya terjemah yang dianggap paling unik dan kreatif adalah Nurhidayah Saritilawah Basa Sunda Al-Qur’an Winangun Pupuh karya R. Hidayat Suryalaga.[27]

Isinya adalah terjemahan al-Qur’an yang disusun dalam bentuk pupuh. Adapun pupuh adalah salah satu bentuk puisi Sunda yang terikat oleh pola rima dan jumlah suku kata pada tiap barisnya, dan biasanya dijadikan lirik tembang.[28]

Adapun pupuh yang dipakai dalam Nurhidayah ini hanya 4 pupuh dari 17 pupuh yang ada, yakni Asmarandana, Sinom, Kinanti, dan Dangdanggula yang disebut dengan Sekar Ageung. Sekar ageung inilah yang biasanya dipakai untuk Tembang Sunda Cianjuran. Contohnya :

Pupuh Asmarandana
117/I/:2/97.

Seug bejakeun masing sidik,
saha anu ngamusuhan,
ka Jibril utusan Alloh,
anu nyandak pidawuh-Na,
nu nitiskeun al-Qur’an,
jinek dumuk jero kalbu,
kalayan widi Pangeran.[29]

Pupuh Sinom
123/I/:2/102.

Naha ari arandika,
kacida ngagugu sihir,
anu dibaca ku setan,
jaman Sulaeman Nabi,
Sulaeman teu kapir,
nu kapir mah setan wungkul,
ngajar sihir ka jalma,
rupa-rupa elmu sihir,
Diajarkeun ku malaikat duaan.[30]

Pupuh Kinanti
130/I/:2/106.

Ayat-ayat nu dimansuh,
ku Alloh teh sina lali,
sina hilap nu tiheula,
seug Kersaning Maha Suci,
digentos ku ayat anyar,
atanapi nu sabanding.[31]

Pupuh Dangdanggula
136/I/:2/110

Heh andika ulah lanca linci,
pek sarolat husu ka Pangeran,
kana jakat ulah poho,
reujeung mangkana maphum,
keur andika estuning wajib,
usaha jeung tarekah,
maslahat tinemu,
andika meunang ganjaran,
saestuna Alloh teh Maha Tingali,
kana gawe andika.[32]

Bukan hanya itu, kehadiran bukunya yang unik dan kreatif ini tidak menimbulkan kontroversi di kalangan ulama umat Islam. Berbeda kasusnya dengan ketika diluncurkannya Al-Qur’an Bacaan Mulia karya HB. Jassin pada tahun 1978 yang menuai kontroversi dan kecaman dari ulama dan mengundang MUI untuk meneliti terjemahnya.[33]

Dia berhasil meyakinkan MUI, Depag, dan ICMI dan melampirkan sambutan dari masing-masing lembaga tersebut pada tiap jilid bukunya.

Tafsir Sunda dan Metode Penafsiran
Dalam kajian metodologi tafsir, meminjam paradigma yang digagas oleh Nashruddin Baidan, ada 3 kategori yang menjadi patokan. Pertama, bentuk tafsir, kedua, metode tafsir, dan ketiga, corak tafsir.

Yang dimaksud dengan bentuk tafsir adalah penafsiran yang dikaitkan dengan sumber penafsiran. Bentuk penafsiran ini ada dua : al-ma’thu>r dan al-ra’yu. Al-ma’thu>r yaitu penafsiran yang lebih banyak didasarkan atas sumber yang diriwayatkan atau diterima dari Nabi Saw sedangkan al-ra’yu adalah bersumber dari pemikiran.[34]

Sedangkan yang dimaksud dengan metode tafsir disini adalah metode penafsiran al-Qur’an yang secara garis besar melalui empat metode, yaitu : ijma>li> (global),[35] tah}li>li> (analitis),[36] muqa>rin (perbandingan),[37] dan mawdhu>’i> (tematik).[38]

Adapun yang dimaksud dengan corak tafsir adalah pendekatan dalam kajian tafsir tersebut. Misalnya : tasawuf, fiqih, filsafat, ‘ilmiah, ada>bi> ijtima>’i, dll.[39]

Secara bentuk, tafsir Sunda sebagaimana buku-buku tafsir yang hadir pada periode modern, maka kecenderungan bentuk tafsir yang hadir adalah bentuk tafsi>r bi al-ra’yi.[40]

Dalam kajian metode tafsir, tafsir Sunda juga tidak lepas dari empat metode tersebut. Beberapa terjemahan dapat dikategorikan ke dalam metode penafsiran global (ijma>li>). Adapun buku-buku yang termasuk pada tafsir al-Qur’an dimasukkan pada metode penafsiran analitis (tah{li>li>). Secara garis besar, metode penafsiran yang dipakai oleh mufassir Sunda berkisar pada dua metode tersebut. Namun, tidak terlihat dari beberapa literatur tafsir al-Qur’an yang masuk pada kategori tafsir yang menggunakan metode perbandingan (muqa>rin) ataupun tematik (mawdhu>’i>).

Sedangkan dalam corak penafsiran, karena bentuk penafsiran menggunakan bentuk al-ra’yu maka corak penafsirannya dapat lebih bebas. Artinya mereka dapat memilih corak apa saja selama didukung oleh masing-masing, baik bidang tasawuf, fiqih, filsafat, ilmiah, bahasa, social kemasyarakatan. Namun semua tafsir tidak ada yang mengacu pada corak tertentu, jadi semuanya bersifat umum.[41]

Penutup
Demikian uraian singkat tentang kronologi dan metodologi tafsir Sunda yang bisa saya sampaikan. Tentunya kelebihan adalah milik Allah Swt semata dan kekurangan semata-mata adalah kebodohan dan kekhilafan saya pribadi. Walla>hu a’lam bi} al-S}awa>b. 

DAFTAR PUSTAKA

Abror, Indal. “Potret Kronologis Tafsir Indonesia.” Jurnal Esensia Vol. 3 No. 2 Juli 2002.
Anwar, Rosihon. Al-Qur’an Miwah Tarjamahna Dina Basa Sunda, http://rosihonanwar.blogspot.com/2009/02/al-quran-miwah-tarjamahna-dina-basa.html diakses tgl 19 Februari 2013.
Baidan, Nashruddin. Perkembangan Tafsir Al-Qur’an di Indonesia, Solo : Tiga Serangkai, 2003.
Hidayat, Komaruddin. Memahami Bahasa Agama; Sebuah Kajian Hermeneutik, Jakarta : Paramadina, 1996.
Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2000.
Setiawan, Hawe. Al-Qur’an dan Tafsir Sunda, Pikiran Rakyat, 23 September 2006, http://sundaislam.wordpress.com/2008/01/09/ alquran-dan-tafsir-sunda/ diakses tanggal 19 Februari 2013.
Suryalaga, R. Hidayat. Nurhidayah Saritilawah Basa Sunda Al-Qur’an Winangun Pupuh, Bandung : Yayasan Nurhidayah, 1994.
Yahya, Iip Dzulkipli. Saritilawah Nurhidayah Karya Besar Miskin Apresiasi, http://sundanet.com/article/content/189, diakses tgl 10 Februari 2013.
Zarkasyi, Jaja. Bahasa Sunda dalam penafsiran Al-Qur’an, Tesis, Jakarta : SPs UIN Jakarta, 2009.
Zimmer, Benyamin G.Al-Arabiyyah dan Bahasa Sunda : Ideologi Penerjemahan dan Penafsiran Kaum Muslim di Jawa Barat, Makalah pada Forum Diskusi Reguler Dosen Fakultas Adab, IAIN Sunan Gunung Djati Bandung, 23 Juni 2000. http://sundaislam.wordpress.com/2008/01/09/al-arabiyyah-dan-bahasa-sunda/ diakses 13 Februari 2013.





[1] Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama; Sebuah Kajian Hermeneutik, (Jakarta : Paramadina, 1996), 178.
[2] Benyamin G. Zimmer, Al-Arabiyyah dan Bahasa Sunda : Ideologi Penerjemahan dan Penafsiran Kaum Muslim di Jawa Barat, Makalah pada Forum Diskusi Reguler Dosen Fakultas Adab, IAIN Sunan Gunung Djati Bandung, 23 Juni 2000. http://sundaislam.wordpress.com/2008/01/09/al-arabiyyah-dan-bahasa-sunda/ diakses 13 Februari 2013.
[3] Iip Dzulkipli Yahya, Saritilawah Nurhidayah Karya Besar Miskin Apresiasi, http://sundanet.com/article/content/189, diakses tgl 10 Februari 2013.
[4] Benyamin G. Zimmer, Al-Arabiyyah dan Bahasa Sunda : Ideologi Penerjemahan dan Penafsiran Kaum Muslim di Jawa Barat, Makalah pada Forum Diskusi Reguler Dosen Fakultas Adab, IAIN Sunan Gunung Djati Bandung, 23 Juni 2000. http://sundaislam.wordpress.com/2008/01/09/al-arabiyyah-dan-bahasa-sunda/ diakses 13 Februari 2013.
[5] Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama; Sebuah Kajian Hermeneutik, (Jakarta : Paramadina, 1996), 175.
[6] Rosihon Anwar, Al-Qur’an Miwah Tarjamahna Dina Basa Sunda, http://rosihonanwar.blogspot.com/2009/02/al-quran-miwah-tarjamahna-dina-basa.html diakses tgl 19 Februari 2013.
[7] Indal Abror, “Potret Kronologis Tafsir Indonesia.” Jurnal Esensia Vol. 3 No. 2 (Juli 2002), 195.
[8] Hawe Setiawan, Al-Qur’an dan Tafsir Sunda, Pikiran Rakyat, 23 September 2006, http://sundaislam.wordpress.com/2008/01/09/alquran-dan-tafsir-sunda/ diakses tanggal 19 Februari 2013.
[9] Hawe Setiawan, Al-Qur’an dan Tafsir Sunda, Pikiran Rakyat, 23 September 2006, http://sundaislam.wordpress.com/2008/01/09/alquran-dan-tafsir-sunda/ diakses tanggal 19 Februari 2013.
[10] Hawe Setiawan, Al-Qur’an dan Tafsir Sunda, Pikiran Rakyat, 23 September 2006, http://sundaislam.wordpress.com/2008/01/09/alquran-dan-tafsir-sunda/ diakses tanggal 19 Februari 2013.
[11] Hawe Setiawan, Al-Qur’an dan Tafsir Sunda, Pikiran Rakyat, 23 September 2006, http://sundaislam.wordpress.com/2008/01/09/alquran-dan-tafsir-sunda/ diakses tanggal 19 Februari 2013.
[12] Benyamin G. Zimmer, Al-Arabiyyah dan Bahasa Sunda : Ideologi Penerjemahan dan Penafsiran Kaum Muslim di Jawa Barat, Makalah pada Forum Diskusi Reguler Dosen Fakultas Adab, IAIN Sunan Gunung Djati Bandung, 23 Juni 2000. http://sundaislam.wordpress.com/2008/01/09/al-arabiyyah-dan-bahasa-sunda/ diakses 13 Februari 2013.
[13] Iip Dzulkipli Yahya, Saritilawah Nurhidayah Karya Besar Miskin Apresiasi, http://sundanet.com/article/content/189, diakses tgl 10 Februari 2013.
[14] Lihat Benyamin G. Zimmer, Al-Arabiyyah dan Bahasa Sunda : Ideologi Penerjemahan dan Penafsiran Kaum Muslim di Jawa Barat, Makalah pada Forum Diskusi Reguler Dosen Fakultas Adab, IAIN Sunan Gunung Djati Bandung, 23 Juni 2000. http://sundaislam.wordpress.com/2008/01/09/al-arabiyyah-dan-bahasa-sunda/ diakses 13 Februari 2013. Lihat juga Hawe Setiawan, Al-Qur’an dan Tafsir Sunda, Pikiran Rakyat, 23 September 2006, http://sundaislam.wordpress.com/2008/01/09/alquran-dan-tafsir-sunda/ diakses tanggal 19 Februari 2013.
[15] Iip Dzulkipli Yahya, Saritilawah Nurhidayah Karya Besar Miskin Apresiasi, http://sundanet.com/article/content/189, diakses tgl 10 Februari 2013.
[16] Hawe Setiawan, Al-Qur’an dan Tafsir Sunda, Pikiran Rakyat, 23 September 2006, http://sundaislam.wordpress.com/2008/01/09/alquran-dan-tafsir-sunda/ diakses tanggal 19 Februari 2013.
[17] Rosihon Anwar, Al-Qur’an Miwah Tarjamahna Dina Basa Sunda, http://rosihonanwar.blogspot.com/2009/02/al-quran-miwah-tarjamahna-dina-basa.html diakses tgl 19 februari 2013.
[18] Rosihon Anwar, Al-Qur’an Miwah Tarjamahna Dina Basa Sunda, http://rosihonanwar.blogspot.com/2009/02/al-quran-miwah-tarjamahna-dina-basa.html diakses tgl 19 februari 2013.
[19] Hawe Setiawan, Al-Qur’an dan Tafsir Sunda, Pikiran Rakyat, 23 September 2006, http://sundaislam.wordpress.com/2008/01/09/alquran-dan-tafsir-sunda/ diakses tanggal 19 Februari 2013.
[20] Hawe Setiawan, Al-Qur’an dan Tafsir Sunda, Pikiran Rakyat, 23 September 2006, http://sundaislam.wordpress.com/2008/01/09/alquran-dan-tafsir-sunda/ diakses tanggal 19 Februari 2013.
[21] po·li·glot 1 a dapat mengetahui, menggunakan, dan menulis dl banyak bahasa; 2 n orang yg pandai dl berbagai bahasa; http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php diakses 20 Februari 2013.
[22] Hawe Setiawan, Al-Qur’an dan Tafsir Sunda, Pikiran Rakyat, 23 September 2006, http://sundaislam.wordpress.com/2008/01/09/alquran-dan-tafsir-sunda/ diakses tanggal 19 Februari 2013.
[23] Jaja Zarkasyi, Bahasa Sunda dalam penafsiran Al-Qur’an, Tesis (Jakarta : SPs UIN Jakarta, 2009).
[24] Hawe Setiawan, Al-Qur’an dan Tafsir Sunda, Pikiran Rakyat, 23 September 2006, http://sundaislam.wordpress.com/2008/01/09/alquran-dan-tafsir-sunda/ diakses tanggal 19 Februari 2013.
[25] Jaja Zarkasyi, Bahasa Sunda dalam penafsiran Al-Qur’an, Tesis (Jakarta : SPs UIN Jakarta, 2009).
[26] Jaja Zarkasyi, Bahasa Sunda dalam penafsiran Al-Qur’an, Tesis (Jakarta : SPs UIN Jakarta, 2009).
[27] Lihat Benyamin G. Zimmer, Al-Arabiyyah dan Bahasa Sunda : Ideologi Penerjemahan dan Penafsiran Kaum Muslim di Jawa Barat, Makalah pada Forum Diskusi Reguler Dosen Fakultas Adab, IAIN Sunan Gunung Djati Bandung, 23 Juni 2000. http://sundaislam.wordpress.com/2008/01/09/al-arabiyyah-dan-bahasa-sunda/ diakses 13 Februari 2013. Lihat juga Hawe Setiawan, Al-Qur’an dan Tafsir Sunda, Pikiran Rakyat, 23 September 2006, http://sundaislam.wordpress.com/2008/01/09/alquran-dan-tafsir-sunda/ diakses tanggal 19 Februari 2013.
[28] Hawe Setiawan, Al-Qur’an dan Tafsir Sunda, Pikiran Rakyat, 23 September 2006, http://sundaislam.wordpress.com/2008/01/09/alquran-dan-tafsir-sunda/ diakses tanggal 19 Februari 2013.
[29] R. Hidayat Suryalaga, Nurhidayah Saritilawah Basa Sunda Al-Qur’an Winangun Pupuh, (Bandung : Yayasan Nurhidayah, 1994), 60.
[30] R. Hidayat Suryalaga, Nurhidayah Saritilawah Basa Sunda Al-Qur’an Winangun Pupuh, (Bandung : Yayasan Nurhidayah, 1994), 62.
[31] R. Hidayat Suryalaga, Nurhidayah Saritilawah Basa Sunda Al-Qur’an Winangun Pupuh, (Bandung : Yayasan Nurhidayah, 1994), 65.
[32] R. Hidayat Suryalaga, Nurhidayah Saritilawah Basa Sunda Al-Qur’an Winangun Pupuh, (Bandung : Yayasan Nurhidayah, 1994), 67.
[33] Benyamin G. Zimmer, Al-Arabiyyah dan Bahasa Sunda : Ideologi Penerjemahan dan Penafsiran Kaum Muslim di Jawa Barat, Makalah pada Forum Diskusi Reguler Dosen Fakultas Adab, IAIN Sunan Gunung Djati Bandung, 23 Juni 2000. http://sundaislam.wordpress.com/2008/01/09/al-arabiyyah-dan-bahasa-sunda/ diakses 13 Februari 2013.
[34] Nashruddin Baidan, Perkembangan Tafsir Al-Qur’an di Indonesia, (Solo : Tiga Serangkai, 2003), 9.
[35] Menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an secara ringkastapi mencakup, dengan bahasa yang popular, mudah dimengerti, dan enak dibaca. Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2000), 13.
[36] Menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufasir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut. Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2000), 31.
[37] Pertama, membandingkan teks ayat-ayat al-Qur’an yang memiliki kesamaan atau kemiripan redaksi dalam dua kasus atau lebih, dan atau memiliki redaksi yang berbeda bagi satu kasus yang sama. Kedua, membandingkan ayat al-Qur’an dengan hadis yang lahirnya tampak bertentangan. Ketiga, membandingkan berbagai pendapat ulama tafsir dalam menafsirkan al-Qur’an. Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2000), 65. 
[38] Membahas ayat-ayat al-Qur’an sesuai dengan tema atau judul yang telah ditetapkan. Semua ayat yang berkaitan, dihimpun kemudian dikaji secara mendalam dan tuntas dari berbagai aspek yang terkait dengannya, seperti asbab al-nuzul, kosakata, dan sebagainya. Semua dijelaskan dengan rinci dan tuntas serta didukung oleh dalil-dalil atau fakta-fakta yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, baik argumen itu al-Qur’an, hadis, ataupun pemikiran rasional. Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2000), 3.
[39] Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2000), 9.
[40] Nashruddin Baidan, Perkembangan Tafsir Al-Qur’an di Indonesia, (Solo : Tiga Serangkai, 2003), 91.
[41] Nashruddin Baidan, Perkembangan Tafsir Al-Qur’an di Indonesia, (Solo : Tiga Serangkai, 2003), 92.

5 komentar:

  1. Assalamualaikum,.. Mohon maaf sebelumnya ustadz, saya sedang mencari kitab tafsir tulisan arab berbahasa sunda karangan
    KH. Ahmad Sanusi, judul tafsirnya kalo tidak salah "Kanz al-rahmah wa al-lutf fi tafsir surah al-kahf".

    Adalah tafsir surat al-kahfi bahasa sunda yang ditulis dengan huruf arab. Mengenai cetakannya saya lupa lagi, namun jika dilihat dari beberapa tafsir alquran yang masih ada dengan pengarang yang sama (KH. Ahmad Sanusi) disitu tertulis tahun 1934, Mohon info alamat toko buku atau alamat perpustakaan yang berkaitan dengan tafsir tersebut, syukur alhamdulillah jika ustadz memilikinya saya tidak kesulitan lagi mencari.

    Tafsir ini untuk ayah saya yang sangat kehilangan buku itu sejak kurang lebih 17 tahun silam (1997). beliau mendapatkan tafsir itu dari kakek saya, hilang karena kecerobohan dan kelalaian saya sendiri oleh karena itu saya ingin menggantinya.

    ustadz bisa menghubungi saya via email: khangzack@gmail.com atau lewat sms ke 087823373398 atas perhatian dan informasinya saya ucapkan terimakasih, jazakalloh Khoiron Katsiro.
    Wassalam.

    BalasHapus
  2. kira-kira ini judul tafsir itu dalam bahasa arab ﻛﻨﺰ ﺍﻟﺮﺣﻤﺔ ﻭﺍﻟﻠﻄﻒ ﻓﻰ ﺗﻔﺴﻴﺮ ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﻜﻬﻒ

    BalasHapus
  3. wa'alaikumussalam...

    mohon maaf, sampai saat ini saya belum pernah tahu tentang kitab tersebut. yang saya tahu tentang karya-karya KH. Ahmad Sanusi adalah yang tertera di atas.

    BalasHapus
  4. https://lalaronartasyikay.blogspot.com/2019/01/life-skill-menggambar.html?m=1

    BalasHapus
  5. Aam siti aminah 3D
    https://aamsitia5.blogspot.com/2019/01/makalah-hadits-tentang-pernikahan.html?m=1

    BalasHapus